One
Village One Product Kopi
Tanggamus Lampung
Tanggamus Lampung
Kabupaten Tanggamus merupakan salah satu Kabupaten di Propinsi Lampung. Tanggamus memiliki luas wilayah 5.156,11 km2 (luas laut 1.799,50 km2 dan luas darat 3.356,61 km². Kabupaten Tanggamus merupakan salah satu daerah pemekaran. Kabupaten Tanggamus berdiri pada tanggal 3 Januari 1997 dan diresmikan pada tanggal 21 maret 1997 melalui UU No.2 tahun 1997 dengan Ibukota Kabupaten berlokasi di Kota Agung.Pada awal terbentuknya Kabupaten Tanggamus terdiri dari 11 kecamatan dan 6 perwakilan kecamatan. Dengan disahkannya Perda No. 18 Tahun 2000 dan didefinitifkannya 6 kecamatan perwakilan menjadi kecamatan, maka pada tahun 2000 jumlah kecamatan menjadi 17 kecamatan, 317 desa/pekon dan 3 kelurahan dengan jumlah penduduk 808.909 jiwa.Pada tahun 2005 s/d 2007 beberapa kecamatan, desa/pekon dan kelurahan dimekarkan lagi sehingga bertambah 11 kec, 54 desa/pekon dan 5 kelurahan. Sehingga pada saat ini jumlah kecamatan sebanyak 28 kecamatan, 8 kelurahan dan 371 desa/pekon (www.id.wikipedia.or dan www.investasi.lampungprov.go.id).
Pada tahun 2006 Kabupaten Tanggamus memekarkan lagi beberapa kecamatan, sehinggan ,jumlah kecamatan menjadi 24 Kecamatan. Data terakhir jumlah penduduk pada tahun 2006 mencapa9i 858.880 jiwa terdiri dari 460.761 laki-laki dan 398.119.
Kabupaten Tanggamus merupakan penghasil kopi robusta terbesar di Provinsi Lampung. Produksi kopi Kabupaten Tanggamus mencapai 45.064 ton. Sementara Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil kopi robusta terbesar di Tanah Air dengan produksi sekitar 140.000 hingga 150.000 ton per tahun.Daerah itu juga selama ini dikenal sebagai salah satu produsen utama kopi Indonesia dan ’pintu gerbang’ utama ekspor kopi Indonesia. Areal kopi robusta di Lampung seluas 163.179 ha, dan petani yang terlibat dalam budidaya kopi sebanyak 200.000 kepala keluarga. Berdasarlam data Statistik Perkebunan 2009-2011 Ditjen Pekerkebunan Kementerian Pertanian, perkembangan produksi (ton) kopi di Provinsi Lampung sebagai berikut :
Tabel 1 : Luas Areal Perkebunan Kopi Rakyat
Tahun
|
Produksi (ton)
|
2010
|
145.053
|
2009
|
145.220
|
2008
|
140.056
|
2007
|
140.049
|
2006
|
141.305
|
Di sejumlah tempat dan negara ada banyak legenda dan kisah mengenai kopi, meski kisah-kisah tersebut bercampur aduk antara mitos dan sejarah. Kopi bukan sekedar minuman biasa, tapi kopi adalah sebuah rentetan hasil karya seni yang memberikan kenikmatan luar biasa bagi penikmatnya: keharumannya. Sejarah mencatat penanaman komersial kopi pertama kali dilakukan di Arab pada abad ke-15. Untuk jangka waktu yang lama, perdagangan komoditi yang berkelas tersebut dijaga dengan sangat ketat, para petani Arab berusaha dengan berbagai cara untuk menghentikan negara lain memperoleh biji kopi mereka yang berharga.
Sejalan dengan waktu, biji kopi serta potongan tanaman tersebar ke daerah Aden, Mesir, Suriah, serta Turki di mana kopi terkenal sebagai “anggur arab”.Dari dunia Muslim, kopi menyebar ke Eropa, di mana minuman ini menjadi populer selama abad ke-17. Orang Belanda adalah yang pertama kali mengimpor kopi dalam skala besar ke Eropa dan pada suatu waktu menyelundupkan bijinya pada tahun 1690 karena tanaman atau biji mentahnya tidak diizinkan keluar kawasan Arab. Kemudian, berlanjut pada penanaman kopi di Jawa oleh orang Belanda.Kopi pun dengan cepat menyebar ke Eropa. Meski masyarakat Italia sudah mengenal kopi sejak abad ke-10, namun pembukaan kedai kopi pertama, Botega Delcafe di Italia, baru terjadi pada tahun 1645. Kedai kopi itu kemudian menjadi pusat pertemuan para cerdik pandai di negeri pizza tersebut. Di Kota London, coffee house pertama dibuka di George Yard di Lombat Sreet dan di Paris, kedai kopi dibuka pada tahun 1671 di Saint Germain Fair.Pada abad ke-18, misionaris (utusan), para pedagang serta kolonis memperkenalkan kopi pada Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Lingkungan alamnya yang alami terbukti merupakan tempat yang tepat untuk bertanam kopi sehingga kopi dapat tumbuh menyebar dengan cepat. Sedangkan di Amerika, kopi dijadikan minuman nasional di Amerika Serikat dan menjadi menu utama di meja-meja makan pagi. Ketika kopi mencapai kawasan koloni Amerika, pada awalnya tidak sesukses di Eropa karena dianggap kurang bisa menggantikan alkohol. Akan tetapi, selama Perang Revolusi, permintaan terhadap kopi meningkat cukup tinggi, sampai para penyalur harus membuka persediaan cadangan dan menaikkan harganya secara dramatis, sebagian hal ini didasari oleh menurunnya persediaan teh oleh para pedagang Inggris.
Pada awalnya, kopi di Indonesia berada di bawah pemerintah Belanda. Kopi diperkenalkan di Indonesia lewat Sri Lanka. Awalnya, pemerintah Belanda menanam kopi di daerah sekitar Batavia (Jakarta), Sukabumi, dan Bogor. Kopi juga ditanam di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatra, dan Sulawesi. Saat ini, kopi merupakan minuman ke-2 yang dikonsumsi di seluruh dunia, setelah air. Finlandia merupakan negara yang konsumsi per kapitanya paling tinggi, dengan rata-rata konsumsi per orang sekitar 1.400 cangkir setiap tahunnyaKopi merupakan komoditas nomor dua yang paling banyak diperdagangkan setelah minyak bumi. Total 6,7 juta ton kopi diproduksi dalam kurun waktu 1998-2000 saja. FAO memperkirakan, pada tahun 2010, produksi kopi dunia mencapai 7 juta ton.
Sejak dulu Lampung dikenal memiliki komoditi kopi robusta dengan cita rasa khas Lampung, beraroma kuat dan eksotik, dengan cita rasa bersih dan manis. kekentalannya dan rasanya membawa penikmat kopi ke dunia yang berbeda.Kopi robusta dan Arabica adalah jenis yang berbeda.Dari berbagai sumber menceritakan, perbedaan terletak pada rasa, kondisi dimana dua species tersebut tumbuh dan perbedaan ekonomis. Soal ras, Arabica memiliki variasi rasa yang lebih beragam dari manis dan lembut hingga rasa kuat dan tajam. Robusta memiliki rasa netral sampai tajam dan sering dianggap memiliki rasa speerti gandum.
Di Provinsi Lampung,komoditas kopi sudah dikenal lebih dari satu abad yang lalu. Pada tahun 1891 etnis pendatang Semendo Sumatera Selatan merintis budidaya kopi pertama kali di Desa Sukajaya Kecamatan Sumberdaya Lampung Barat. Budiaya kopi robusta mengalami perkembangan pesat pada dekade 70-an dan 80-an. Sebagian besar perkebunan kopi di Lampung merjupakan perkebunan rakyat, kebanyakan dilakukan oleh keluarga petani dengan skala kecil (kurang dari 3 ha), Seiring dengan membaikknya harga kopi, luas lahan perkebunan kopi makin meningkat. Masyarakat terdorong membuka lahan perkebunan kopi. Salah satu masalah serius yang dihadapi adalah perluasan kebun kopi dilakukan dengan merambah kawasan hutan lindung dan taman nasional.
Data WWF (2007) memperkirakan sekitar 17 persen atau 60 ribu hektar areal Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) telah dikonversi menjadi lahan pertanian, sebagian besar menjadi kebun kopi. Kebun kopi di areal TNBBS dinilai telah menciptakan dampak serius terhadap kerusakan lingkungan dan rusaknya habitat Badak, Gajah, dan Harimau Sumatera di TNBS. TNBBS yang secara administratif terletak di Provinsi Lampung dan Bengkulu merupakan habitat penting bagi tiga mamalia besar di Sumatera yaitu gajah, harimau, dan badak Sumatera. TNBBS ditetapkan oleh UNESCO pada 2004 sebagai situs Warisan Dunia (Cluster Mountainous Tropical Rainforest Herritage Site of Sumatra).
Studi WWF mengenai jalur perdagangan kopi dari TNBBS ke pembeli di tingkat internasional menemukan bahwa kopi yang berasal dari TNBBS telah memasuki pasar internasional melalui rantai perdagangan umum. Penelusuran jalur perdagangan dilakukan dari petani kopi di TNBBS ke pedagang lokal di tingkat desa, kecamatan, kabupaten, hingga ke eksportir di Bandar Lampung dan pembeli di tingkat internasional. Studi antara Oktober 2003 sampai Juni 2004 tersebut menemukan bahwa supplai kopi dari 40 eksportir kopi di Lampung telah tercampur kopi dari TNBBS dan kopi tersebut telah diekspor ke sedikitnya 52 negara di Eropa, Asia, Amerika, Afrika dan Australia.
Terkait dengan permasalahan diatas, WWF-Indonesia memberikan apresiasi terhadap upaya yang telah dilakukan berbagai pihak di Propinsi Lampung dan komitmennya untuk mendukung petani dalam memproduksi kopi yang ramah lingkungan dan berkualitas tinggi di luar kawasan konservasi. Jika laju deforestasi yang terjadi saat ini tidak dapat diatasi, maka dalam satu dekade mendatang akan terjadi kepunahan lokal terhadap ketiga satwa tersebut. Masyarakat lokal ataupun pendatang pada umumnya menggunakan alasan ekonomi membuka hutan TNBBS menjadi lahan pertanian.Karena itu, berbagai pihak harus mencarikan solusi untuk membantu masyarakat sekitar kawasan TNBBS untuk mencari sumber pendapatan alternatif yang lestari bagi masyarakat sekitar kawasan, seperti intensifikasi dan diversifikasi pertanian. Jika masyarakat dibantu, maka diharapkan mereka tidak lagi membuka lahan di dalam TNBBS dan dapat melakukan pengamanan TNBBS secara swadaya di wilayahnya masing-masing," kata Pasaribu. Pengamanan kawasan tersebut penting dilakukan mengingat TNBBS berfungsi sebagai penyangga kehidupan di daerah hilir, terutama menjadi sumber mata air bagi masyarakat sekitar.
Dalam rangka mencegah terjadi kerusakan hutan lindung dan melindungi habitat satwa di TNBBS dengan melibatkan peran serta masyarakat di sekitar TNBBS, pada tahun tahun 2004 WWF-Indonesia memberikan pendampingan kepada kelompok petani kopi di sekitar kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (BBS), Lampung untuk menerapkan teknik budidaya kopi secara berkelanjutan. Melalui program kopi dan konservasi, WWF mendorong petani untuk meningkatkan hasil panennya sekaligus memastikan kualitas kopi yang dihasilkan. Model pendampingan dilakukan dalam bentuk mengikutsertakan petani dalam sekolah lapang (field farmers school), WWF memberikan pengetahuan mengenai perawatan kebun untuk mengoptimalkan pertumbuhan buah, mendorong petani untuk tidak lagi menggunakan bahan kimia dalam proses perawatan kebunnya, serta memberikan pelatihan membuat pupuk dengan memanfaatkan bahan-bahan alami yang ada di sekitar mereka. Melalui sekolah lapang, para petani diajarkan untuk menggali potensi yang ada di lingkungan masing-masing mulai dari kalender musim, teknik budidaya, pengembangan agen hayati, pemberian nutrisi terhadap tanaman, sampai teknik pemangkasan.
Dalam sekolah lapang, para petani diajarkan bagaimana belajar membuat Pupuk Organik Cair (POC) , kemudian juga PPC (Pupuk Pelengkap Cair) untuk merangsang pembesaran buah dan akarnya. Mereka juga belajar bagaiamana cara pengendalian hama yang baik misalnya dengan menggunakan patogen serangga khusunya jamur B. Bassiana (Beauveria bassiana) dan juga jamur trichoderma untuk mengendalikan penyakitnya itu sendiri, para petani tidak perlu bersusah payah untuk mencari musuh-musuh alami untuk menyeimbangkan ekosistem yang ada di dalam kebun kita. Selain perawatan kebun, WWF juga mendampingi proses panen biji kopi tersebut. Sesuai standar Internal Control System (ICS) yang telah disepakati kelompok petani binaan WWF, 80 % buah kopi yang dipanen adalah “petik merah.”Sebelumnya petani yang awalnya biasa memetik campur (hijau dan merah) karena terdesak kebutuhan, kini hanya memetik buah yang sudah merah saja. Hal ini memiliki pengaruh yang besar terhadap kualitas biji kopi yang dihasilkan.Kontrol pasca penen juga tidak luput dari perhatian. Jika sebelumnya para petani biasa menjemur biji kopi di lantai atau di atas tanah, kini mereka menjemur biji kopi dengan menggunakan para-para (bambu) atau menggunakan alas semen. Teknik penjemuran ini dilakukan untuk menjaga kualitas kopi agar tidak beraroma tanah mengingat sifat kopi yang mudah menyerap bau.
WWF juga melakukan pendampingan proses pengolahan biji kopi menjadi kopi bubuk dengan mengenalkan perlakuan khusus dalam sortasi yaitu memilih atau memisahkan kotoran serta memillih besar kecilnya biji kopi. Kadar air juga dikontrol agar tidak lebih dari 12 %.Beragam bentuk dampingan yang diberikan WWF terbukti mampu meningkatkan kuantitas dan kualitas kopi.
Pada tahun 2010 WWF –Indonesia dan Yayasan Dana Mitra Lingkungan (DML) dan Yayasan Pertanian Alternatif Sumatera Utara(PANSU) memfasilitasi pembentukan Koperasi Konservasi Mitra Tani dengan anggota pendiri berasal dari 22 perwakilan Kelompok Tani yang dilatih dan dibina WWF. Tujuan pembentukan koperasi adalah meningkatkan ekonomi para anggota dan sekaligus mendukung konservasi TNBBS. Dengan adanya Komit upaya mengorganasi sumberdaya ekonomi diharapkan dapat berjalan secara optimal. Kegiatan yang dilakukan oleh Komit antara lain mendampingi pengembangan budidya dengan mereplikasikan hasil sekolah lapang kepada 100 orang petani kopi dan kakao, melakukan rembuk kelompok dalam rangka memecahkan permasalahan pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan serta melestarikan TNBBS melalui program konservasi dan merolakasi kebun-kebun kopi yang ditanam di TNBBS ke luar kawasan TNBBS.
Kopi Lampung memiliki banyak keunggulan jika dikembangkan dengan pendekatan One Vilage One Product (OVOP) dengan mencontoh sebagaimana keberhasilan Prof. Morihiko Haramatsu meritins OVOP Jepang yang saat itu menjabat Gubernur Oita, Jepang. Di Indonesia pelaksanaan OVOP dilaksanakan dalam rangka meindaklanjuti Inpres No.6/2007 tgl. 8 Juni 2007 tentang kebijakan percepatan pengembangan sektor riil dan pemberdayaan UMKM, yakni pada peningkatan peluang pasar produk UMKM melalui peningkatan efektivitas pengembangan klaster/ sentra industri kecil dan menengah melalui pendekatan OVOP. Dalam pelaksanaannya, OVOP adalah suatu gerakan masyarakat yang secara integratif berupaya meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap potensi dan kekayaan daerah, meningkatkan pendapatan para pelaku usaha dan masyarakat sekaligus meningkatkan rasa percaya diri dan kebanggaan terhadap kemampuan yang dimiliki masyarakat dan daerahnya. Sumber daya alam ataupun produk budaya lokal serta produk khas lokal yang telah dilakukan secara turun temurun dapat digali dan dikembangkan untuk menghasilkan produk bernilai tambah tinggi sesuai tuntutan dan permintaan pasar. Dengan pembagian peran yang jelas dari masing-masing pemangku kepentingan, adanya perencanaan yang baik, adanya tahapan kegiatan dan komitmen bersama pemangku kepentingan untuk baik, adanya tahapan kegiatan dan komitmen bersama pemangku kepentingan untuk memperkuat UMKM di tanah air, maka peningkatan efektivitas pengembangan UMKM melalui pendekatan OVOP di sentra diharapkan dapat dicapai.
Dalam rangka menindalanjuti Inpres No.No.6/2007 tgl. 8 Juni 2007 tersebut, pada tanggal 8 Juni 2011, Menteri Negara Koperasi dan UKM meluncurkan program pengembangan produk unggulan Kopi dengan pendekatan One Vilage One Product (OVOP) melalui pengembangan Koperasi.
Peluncuran ini menjadi bagian dari key development milestone (tonggak pencapaian) menetapkan 100 titik OVOP di berbagai lokasi di seluruh Indonesia sampai dengan 2014. Untuk menilai perkembangan program pengembangan Produk Unggulan Kopi Tanggamus dengan pendekatan OVOP melalui koperasi perlu dilakukan evaluasi terhadap program evaluasi terhadap proyek yang telah dioperasionalisasikan (on-going project evaluation).